“Antara Kabut Gunung Nona dan Rindu Kampung Halaman”
Pagi itu, langit Parepare masih tampak malu-malu memunculkan cahayanya saat kami memulai perjalanan motor menuju Baraka. Tujuan kami adalah kampung halaman di Desa Kadingeh, Dusun Lombon, sebuah desa yang terletak jauh di pelosok Kabupaten Enrekang. Perjalanan kali ini bukan hanya tentang kembali ke kampung, tetapi juga kesempatan untuk menghidupkan kenangan lama dan menikmati keindahan alam yang telah lama terlewatkan.
Setelah menempuh perjalanan panjang, kami semakin mendekati kawasan Gunung Nona. Begitu motor melaju lebih pelan, kabut tipis mulai turun, menutupi jalanan yang berliku. Angin pegunungan yang sejuk menyapa wajah kami, membawa serta aroma tanah basah yang khas. Perasaan lelah seolah menguap begitu saja, digantikan dengan ketenangan yang mendalam. Suara alam yang murni, pemandangan hijau yang menyejukkan, serta udara segar membawa rasa damai yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
Perjalanan kami semakin menarik saat memasuki kawasan pegunungan Enrekang. Seperti yang sudah banyak orang ketahui, jalanan menuju Baraka memang penuh dengan tikungan tajam yang menantang. Tikungan-tikungan itu datang berurutan, memaksa kami untuk lebih berhati-hati. Di setiap kelokan, mata kami dimanjakan oleh pemandangan alam yang luar biasa. Beberapa kali kami terpesona oleh jurang yang terhampar di sisi jalan, sementara di sisi lainnya, bukit-bukit hijau terbentang luas, memberikan rasa tenang yang tak tergantikan.
Gunung Nona, yang menjadi ikon di Enrekang, memang tidak asing lagi bagi siapa pun yang pernah melintasi daerah ini. Bagi orang Enrekang, Gunung Nona adalah salah satu pemandangan yang sangat akrab. Setiap kali melintasi jalan ini, ada kenangan yang terbangun di setiap tikungannya. Bagi banyak orang, Gunung Nona adalah simbol keindahan alam yang selalu hadir, seakan-akan menyambut kedatangan siapa saja yang melewati jalur ini.
Di sepanjang perjalanan, kami melewati beberapa warung yang tersebar di sepanjang jalan. Warung-warung ini menawarkan pemandangan yang begitu indah, dengan latar belakang Gunung Nona yang menjulang tinggi. Namun, kali ini kami memutuskan untuk singgah di Batara Rest Area, sebuah tempat istirahat yang sangat nyaman dan menyuguhkan pemandangan yang tak kalah menakjubkan.
Batara Rest Area ini cukup dikenal oleh para pelintas jalan Poros Enrekang–Toraja. Begitu sampai, kami langsung disambut dengan suasana yang santai dan menyenangkan. Lantai kayu berwarna putih yang bersih, meja-meja yang tertata rapi, serta payung-payung besar yang memberikan keteduhan di bawah sinar matahari. Dari tempat duduk kami, pemandangan Gunung Nona terlihat jelas, berdiri megah dengan awan tipis yang mengelilinginya, sementara di belakang terlihat Gunung Bambapuang yang menambah keindahan alam sekitar. Tempatnya sangat luas, dengan area indoor dan outdoor yang nyaman, cocok untuk melepas lelah. Kami duduk santai di salah satu meja luar, menikmati udara sejuk dan pemandangan yang luar biasa.
![]() |
dokumentasi pemandangan di Batara Rest Area |
Fasilitas di Batara Rest Area juga sangat memadai. Di sini, kami bisa menikmati berbagai pilihan makanan dan minuman. Kami memesan iced matcha dan pisang goreng cokelat dan keju yang hangat, sambil menikmati setiap seruputan dan suapan dengan tenang. Keindahan alam yang ada di sekitar membuat momen singgah ini terasa lebih spesial. Walaupun hanya sejenak, suasana di Batara memberikan kami kesempatan untuk merefresh tubuh dan pikiran sebelum melanjutkan perjalanan panjang menuju Baraka.
![]() |
dokumentasi pemandangan di belakang Batara Rest Area yang terlihat Gunung bambapuang |
Perjalanan ke kampung halaman kali ini mengingatkan kami bahwa kebahagiaan sering datang dari hal-hal kecil yang tak terduga. Momen singgah di Batara Rest Area, meskipun hanya sebentar, memberi kami ketenangan yang mendalam. Dalam dekapan Gunung Nona, kami merasakan kedamaian yang tak bisa ditemukan di tempat lain. Keindahan alam yang ada di sepanjang perjalanan ini mengajarkan kami untuk selalu bersyukur atas segala yang telah diberikan oleh alam sekitar.
Kebahagiaan memang tak selalu harus berasal dari hal-hal besar dan rumit. Terkadang, kebahagiaan datang dari hal-hal sederhana seperti menikmati keindahan alam, duduk santai sambil menikmati teh panas, dan berbicara ringan dengan teman di tengah perjalanan. Perjalanan ke Baraka kali ini bukan hanya sekadar pulang kampung, tetapi juga tentang menemukan kembali rasa syukur akan alam yang begitu indah dan menenangkan.
Komentar
Posting Komentar